Latest News

MENGKAJI PANTAT BANGSAKU (1)

Sabtu, 25 Oktober 2008 , Posted by Qbenk Manusia Pribumi at 18.47

MELAWAN LUPA DINEGERI PARA TERSANGKA
angan pernah lupa akan kiprah hitam politik bangsa kita sebelum berkoar mengobral janji politik maupun berbicara masalah politik !!


Seekor tikus mampus dilindas kendaraan
tergeletak ditengah jalan
kaki dan ekor terpisah dari badan
darah dan bangkainya menguap
bersama panas aspal hitam
siapa suka
melihat manusia dibunuh
semena-mena
ususnya terburai tangannya terkulai
seperti tikus selokan
mampus, digebuk, dibuang dijalan
kekuasaan sering jauh lebih ganas
ketimbang harimau hutan yang buas
korbannya berjatuhan
seperti tikus-tikus
kadang tak terkubur
tak tercatat seperti tikus dilindas

-whidji tukul-
Aktivis seni yang hilang diculik pada masa pemerintahan
suharto yang hingga kini belum diketemukan






"Indonesia yang diagendakan sebagai jamrud khatulistiwa kian nampak sebagai tali darah yang merentang dari aceh sampai dili.." Demikian bunyi paragraf yang ditulis nuku sulaiman dalam pledoinya di tahun 1994, memang semenjak mengendalikan kekuasaannya rezim orba telah menumpahkan darah beribu-ribu anak negri. Ini bisa dilihat semenjak "pesta" penumpasan para antek-antek PKI, tragedi timor-timur, Aceh dan kasus kemanusiaan ditempat lain.

paparan berikut bukanlah analisis politik yang terjadi dibalik tewasnya beribu-ribu nyawa, tetapi hanyalah satu deskripsi yang diorientasikan untuk menunjukkan betapa tragedi kemanusiaan yang melibatkan ribuan nyawa telah terjadi di rezim Orba.

Kasus pertama dapat kita liat pada pembersihan orang-orang yang diduga terkait dengan PKI. Dalam kasus ini tragedi pembunuhan terjadi di berbagai tempat. Robert Cribb dalam buku THE INDONESIAN KILLINGS dan hermawan sulistyo dalam buku PALU ARIT DILADANG TEBU misalnya, telah mendokumentasikan peristiwa pembantaian keji tersebut. Mneurut catatan pemerintah sendiri, melalui penjelasan Laksamana Sudomo, dalam tragedi itu setidaknya 450.000 sampai 500.000 orang terbunuh.

Dalam tragedi PKI ini, nyawa begitu mudah dilenyapkan dengan tuduhan terlibat PKI, tanpa terlebih dahulu melalui proses hukum dipengadilan. Dengan dalih demi stabilitas, pemerintahan Suharto sejak awal telah menggunakan pendekatan militerisme untuk menyingkirkan lawan-lawan politiknya.

Tragedi kemanusiaan selanjutnya bisa kita liat dalam peristiwa penyerbuan besar-besaran tentara Indonesia ke timor timur pada 7 desember 1975yang dikenal dengan nama operasi SEROJA, operasi ini ternyata tidak sukses dan hanya mampu menguasai Dili dengan jumlah korban yang amat banyak. Kasus ini merupakan suatu bencana kemanusiaan.

Dalam kurun waktu empat tahun 19975-1979, dalam tahun ini sepertiga jumlah penduduk timor timur pra 1975 (700.000) menemui ajal. Suatu proporsi jumlah sipil yang lebih tinggi ketimbang diKamboja dibawah kekuasaan Pol Pot, sepanjang periode yang sama sekitar dua devisi tentara Indonesia (16.000 orang) diperkirakan musnah dalam pertempuran dan dua kali lipat jumlah itu terluka dan menjadi tuna raga.

Sanak keluarga tentara tidak diperbolehkan menengok korbanyang cidera dibeberapa rumah sakit militer dijawa, atau mereka tidak diberi tahu tentang keadaan sebenarnya dimedan yang mengakibatkan kematian. Dalam sebuah wawancara dengan sebuah media dijakarta pada 1993, Letjend (purn) Dading Kalbuadi,komandan Indonesia yang pertama diTimor timur sejak invansi mengaku merasa paling sakit, sebab dari seluruh panglima yang pernah ada, anak buah dia yang paling banyak menjadi korban.

Berdasarkan beberapa kesaksian, tentara Indonesia telah melakukan tindak kekerasan yang menyakitkan pada penduduk timor timur. Dominggoes Xesas, waktu itu seorang pegawai Rumah Sakit, ketika diwawancarai oleh radio nederland pada 14-15 Desember 1995 memberikan kesaksian, bahwa dalam kejadian tragis itu di Villa Verde, rakyat disuruh berbaris lalu ditembak oleh tentara Indonesia, ada yang tangannya diikat lalu diangkut pakai mobil dan tidak kembali lagi. Seorang pengamat hak asasi manusia dijakarta mencatat pernah melihat sejumlah foto satuan militer yang sedang bermain sepak bola dengan kepala manusia, salah seorang warga timor timur.

Seno Gumira Ajdidarma sastrawan Indonesia dengan kekuatan sastra menggambarkan tragedi kemanusiaan di Timor-timur itu. Ketika Pers tidak lagi mampu bicara, kata seno sastra harus bicara. Setidaknya lewat bukunya SAKSI MATA kita memperoleh gambaran batapa kasus Timor Timur merupakan tragedi kemanusiaan yang memilukan dan memalukan " Sang jendral berenang dalam lautan darah, Darah itu merah jendral" Tulis seno dalam SAKSI MATA

BERSAMBUNG...
Jangan pernah lupa akan kiprah hitam politik bangsa kita sebelum berkoar mengobral janji politik maupun berbicara masalah politik karena kebanyakan politik itu BUSUK !!

Dikutip dari buku : PANTAT BANGSAKU / Islah Gumian

Currently have 0 komentar: